Warteg Bu Sri

Warteg Bu Sri (2014 | 7 Menit)
Dariwarga Weekly Video Project
Realisasi: Tooftolenk Manshur Zikri
Rekan Kreatif: Dian Ageung Komala & Muhammad Sibawaihi (Komunitas pasirputih)
Produksi: Dariwarga

Sinopsis: Saya teringat janji pada Ageung untuk membuat video mingguan. Kebetulan malam, 10 Mei, 2014, saya dan Siba (seorang aktivis media dari Komunitas pasirputih, dan pengelola Berajah Aksara) pergi ke sebuah warteg di kawasan Tanjung Barat. Warteg ini biasa saja, tapi entah mengapa di lidah kami terasa istimewa. Mumpung memori android masih ada, langsung saja saya meminta Siba untuk menjadi pembawa acara kuliner untuk video Dariwarga. #asyek

Pengamen Angkot

Pengamen Angkot (2014 | 3 Menit)
Dariwarga Weekly Video Project
Realisasi: Tooftolenk Manshur Zikri
Rekan Kreatif: Dian Ageung Komala
Produksi: Dariwarga

Sinopsis: Suatu sore di awal Bulan Mei, dalam perjalanan dari Jalan Margonda, Depok, menuju Tanjung Barat, Jakarta Selatan, menaiki Angkot No. 19 (warna merah), jurusan Depok – Kp. Rambutan, kami melihat pengamen. Rekam, dan mainkan!

Kereta Pangrango

Kereta Pangrango (2014 | 6 Menit)
Dariwarga Weekly Video Project
Realisasi: Tooftolenk Manshur Zikri
Rekan Kreatif: Dian Ageung Komala
Produksi: Dariwarga

Sinopsis: Suatu pagi di Bulan April, 2014, hiruk-pikuk orang-orang di Stasiun Paledang, Bogor, menanti kedatangan Kereta Pangrango yang akan menuju Sukabumi. Kamera merekam peristiwa massa itu hingga kereta berangkat meninggalkan Bogor.

Sehat ala Minyak Goreng

Sehat ala Minyak Goreng (2014 | 1 Menit)
Dariwarga Weekly Video Project
Realisasi: Dian Ageung Komala
Rekan Kreatif: Tooftolenk Manshur Zikri
Produksi: Dariwarga

Sinopsis: “Anda mau sehat? Minum minyak goreng!” Sebuah rekaman video parodi iklan yang diambil di Bandara. Merekam ibu yang sedang melakukan performen layaknya bintang iklan yang mempromosikan minuman sehat, tetapi botolnya tertera tulisan “minyak goreng” dan berisi kopi buatannya sendiri.

Tak Ada Salahnya Ujian Paket C

Ketika matahari sedang terik-teriknya, dengan pakaian rapih dan kamera dalam tas kecilku, aku meluncur dengan menggunakan angkot berwarna ungu menuju Cibadak. Malam sebelumnya, aku janjian melalui jejaring sosial facebook dengan seorang teman yang akan mengikuti ujian paket C. Aku dan Nurman memutuskan untuk bertemu di Cibadak, karena tempat dia ujian adalah di SD Negeri 1 Karang Tengah. Untuk ke sana, kami harus naik-turun angkot sebanyak dua kali, dan bertemu di Cibadak akan lebih menghemat waktu. Hari itu tanggal 16 April, 2014, hari terakhir ujian.

dariwarga_ujian paket c_01

Dalam perjalanan hari itu, Nurman bercerita bahwa sejak hari kemarin sudah banyak wartawan yang datang meliput. Wartawan dari berbagai media di Sukabumi. Memang, katanya, para peserta yang ikut ujian paket C ini dari berbagai daerah di Kabupaten Sukabumi. Malah, katanya lagi, banyak juga peserta dari Kota Sukabumi yang datang jauh-jauh untuk ikut ujian Paket C di SD itu.

Pembicaraan kami sempat terhenti gara-gara macet di Jembatan Sekarwangi. Orang-orang berkumpul di sisi jembatan. Supir angkot yang kami naiki, bertanya kepada salah satu orang. Ternyata, ditemukan mayat yang menggantung di pohon kelapa yang tertanam di sisi sungai. Padahal, jarak dari jembatan ke pohon kelapanya saja jauh, dan pohon kelapanya juga cukup tinggi. Jadi, dari jembatan kita tidak bisa melihat mayat yang ditemukan. Dalam hati, aku berucap, betapa mudahnya orang-orang berkerumun setiap kali ada peristiwa seperti itu sehingga menyebabkan gangguan pada hal lain, seperti macet di jalan.

dariwarga_ujian paket c_02

Beberapa menit berselang, sampai lah kami di SD Negeri 1 Karang Tengah.

Jalan raya dan sekolah dipisahkan oleh sebuah lapangan (menurutku lebih mirip taman, sih!). Sekolah masih sepi, tidak ada anak-anak berseragam sekolah dasar. Yang ada, empatanak lelaki berpakaian bebas sedang bermain sepeda. Waktu itu sekitar pukul setengah satu siang. Dan dalam beberapa menit, satu per satu, peserta ujian paket C berdatangan. Aku dan Nurman menunggu di depan gerbang, menunggu bel berbunyi. Kami masing-masing menyalakan rokok dan kembali berbincang.

dariwarga_ujian paket c_09

“Kira-kira bisa masuk ruangan ujian, gak, ya? Untuk motret, doang?” tanyaku kepada Nurman.

Gak tahu, kayaknya enggak boleh. Kemarin juga soalnya banyak wartawan. Di Sukabumi, mah, guru-guru sensitif sama wartawan. Hahaha…!”

“Tak apalah kalau tidak bisa memotret dalam ruangan,” ucapku dalam hati.

dariwarga_ujian paket c_08

Nurman pun melanjutkan ceritanya tentang ibunya, yang berprofesi sebagai guru, yang pernah dimintai uang oleh wartawan. Karena, dulu di sekolah tempat ibunya mengajar pernah terjadi kasus penggelapan uang. Padahal, ibunya tidak terlibat, tapi sang wartawan terus mengejar dan mengancam ibunya. Mendengar cerita itu, untuk kesekian kalinya timbul pertanyaan dalam diriku, “Apakah semua wartawan berwatak seperti itu?” Ah, aku tidak tahu.

“Untung saya, mah bukan wartawan. Hahaha…!” aku menanggapi cerita Nurman, disambut tawa olehnya.

dariwarga_ujian paket c_11

Untuk mengikuti ujian paket C ini, Nurman membayar sekitar tujuh ratus ribu rupiah. Itu harga untuk Nurman. Ada orang lain yang bisa membayar hingga sekitar dua jutaan. Aku punya seorang teman lainnya yang berijazah paket C. Dia membayar sekitar dua jutaan, dan bisa terima beres, tidak perlu mengikuti ujian seperti Nurman. Uang dua juta itu sudah termasuk untuk membayar orang yang menggantikan si peserta mengikuti ujian. Yah, seperti joki. Lagi-lagi, aku berucap dalam hati, inikah bangsa kita?

Saat bel masuk ruangan berbunyi, aku dan Nurman pun berpisah. Aku memutuskan untuk berkeliling di area SD itu.

dariwarga_ujian paket c_04

dariwarga_ujian paket c_07

dariwarga_ujian paket c_06

Ada sekitar enam wartawan berkumpul di depan gerbang, entah apa yang mereka perbincangkan. Ketika semua peserta memasuki ruangan masing-masing, aku pun turut masuk. Dengan kamera di tangan, aku memulai memotret bangunan-bangunan sekolah. Mengintip dari balik jendela, aku memotret para peserta sedang fokus dengan pensil 2B di jari mereka. Ada juga para wartawan yang berkumpul di depan ruangan panitia ujian Paket C. Lagi-lagi, aku tidak tahu apa yang mereka perbincangkan. Tak lama, mereka pergi dengan menggunakan motor, entah kemana.

Karena mendengar cerita Nurman, aku jadi merasa agak takut untuk memotret. Akhirnya, aku memutuskan untuk keluar dari pekarangan sekolah dan duduk di tempat aku dan Nurman merokok tadinya.

dariwarga_ujian paket c_13

dariwarga_ujian paket c_12

dariwarga_ujian paket c_15

Ketiga anak laki-laki yang aku lihat pas baru datang tadi masih bermain bola. Mereka masih asik bermain bola meskipun sesekali mereka berputar mengelilingi lapangan dengan sepeda. Kini, saatnya mereka bermain dengan riang setelah menuntut ilmu sejak tadi pagi. Sementara itu, siang ini giliran yang ‘tua-tua’ harus duduk manis dan bergelut dengan kertas ujian mereka.

dariwarga_ujian paket c_14

Di seberang lapangan, ada sepasang sejoli sedang memadu kasih. Dilihat dari celana sang pria, sepertinya mereka siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP). Sekali-kali, sang perempuan memeluk prianya. Aku pun tertawa geli melihat adegan itu. “Aduh, anak jaman sekarang, ya!”

dariwarga_ujian paket c_20

Karena merasa bosan, aku kembali masuk ke dalam sekolah. Seorang lelaki paruh baya menghampiriku.

“Telat ya, Neng? Ruangan berapa?” bapak itu mengira kalau aku adalah peserta ujian Paket C.

“Bukan, Pak, saya lagi nungguin teman yang ikut ujian. Bapak Panitia?”

“Oh, kirain peserta juga. Iya, saya panitia.”

“Boleh gak, Pak, saya masuk ke dalam ruangan dan memotret satu atau dua kali jepret?” pintaku.

“Boleh, kok! Silahkan, minta ijin aja ke pengawas yang ada di dalam ruangan!” sarannya.

Aku pun diantarkan ke dalam ruangan Nurman yang saat itu sedang fokus. Si bapak masuk duluan untuk berbicara ke pengawas ujian. Aku pun diijinkan. Klik, klik, klik. Dalam satu urangan, ada dua puluh peserta, dan semuanya dari berbagai umur. Ada yang masih muda seperti aku, ada pula yang sudah berumur. Mereka semua fokus pada kertas mereka meskipun sesekali ada yang terlihat gugup saat aku memotret.

dariwarga_ujian paket c_17

dariwarga_ujian paket c_19

dariwarga_ujian paket c_05

Setelah mengucapkan terimakasih kepada pengawas dan si bapak tadi, aku keluar ruangan. Di depan ruangan panitia, ada papan pengumuman. Papan itu, tertempel kertas-kertas bertuliskan seputar tentang ujian paket C, tata tertib, jadwal ujian, denah ruangan, dan nama-nama peserta yang mengikuti ujian. Ada dua ratus delapan puluh orang yang mengikuti ujian di SD ini. Nurman mengatakan bahwa selain di SD Negeri 1 ini, ada tempat lain juga yang digunakan untuk ujian, yaitu SD Negeri 9 Karang Tengah.

dariwarga_ujian paket c_23

dariwarga_ujian paket c_22

dariwarga_ujian paket c_21

Kebanyakan, berdasarkan pengalaman dan amatanku, orang-orang mengikuti ujian paket C ini hanya untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Contohnya, Nurman. Dia mendapatkan tawaran-tawaran pekerjaan yang membutuhkan karyawan lulusan SMA. Oleh karena itu, dia ikut ujian ini.

dariwarga_ujian paket c_18

Di Sukabumi, salah satu pekerjaan paling populer yang menjamin gaji bertaraf UMK adalah menjadi buruh pabrik. Dan untuk bekerja di pabrik, kita tidak terlalu memerlukan yang namanya ijazah. Apalagi ijazah SMA. Kita dapat melamar kerja di pabrik hanya dengan bermodalkan Kartu Tanda Penduduk saja. Dengan UMK yang saat ini baru mencapai Rp1.565.922, tentu saja, rasanya masih belum dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari.

dariwarga_ujian paket c_24

Kondisi yang seperti itu menjadi alasan yang wajar bagi orang yang ingin mencari pekerjaan dengan penghasilan yang lebih baik. Berpindah-pindah kerjaan, mencari gaji yang lebih tinggi, melakukan berbagai cara untuk mendapatkannya.

Tidak ada salahnya, mengikuti ujian paket A, B, dan C hanya untuk sekedar menaikkan taraf hidup. Untuk mendapatkan kesejahteraan yang tingkatnya lebih tinggi. Kalau sudah begini, rasanya, ingin kembali masa kanak-kanak. Karena di masa itu kita tak perlu memikirkan berapa UMK yang kita dapat? Pekerjaan seperti apa yang didapat nanti? Mereka hanya bermain di kesehariannya.

di bandara

dari Bandara kau kirim kabar singkat
padaku. Alumunium bersayap belum lagi berangat.
ya, kita tahu jadwal tak pernah tepat.

dari Bandara kau mulai bercerita
padaku. Keluarga sedang bercanda tawa.
ya, kita suka gembira di depan kamera.

Ziiing, satu pesawat mengudara
Angin mengajak rambutmu menari
Jesss, pesawat lain tiba.
Angin menggodamu berlari.

dari Bandara kau mulai bercerita.
padaku. Keluarga riang bergaya.
Ada Abah, Ibu, Ayah, Indah, Alit, Randi, dan kau juga.
suka bergembira di depan kamera.

di album dalam folder demi folder ini
kucoba menafsir dengan cara kini
kulihat nan berseri, di beberapa sisi kau berdiri.

di Bandara, tentunya, narasi ini bermula
di layar ini, jadinya, narasi itu terwacana
aku warga, kau warga, mereka warga, kalian warga, kita warga.

kisah paling menggoda adalah ketika warga yang bercerita
biar sejenak bergembira jadi warga Bandara
dengan kamera kita bersuka ria.

Jakarta, 6 Januari, 2014

Arisp & Dokumentasi : Dian Ageung Komala
Kurasi & Puisi: Tooftolenk Manshur Zikri

Sketsa Bentang Barat

Berikut ini satu tulisan Zikri tentang Dariwarga Weekly Video ProjectSilahkan disimak! 😀
___________________________________________________________

Suatu siang, saya tiba-tiba saja mengirim pesan ke Ageung melalui android: “Kamu ambil gambar pake kamera video HP, apa pun yang kamu rasa perlu diambil. Terus coba disusun! Atau, kamu menyusunnya dulu di dalam kepala urutan-urutan gambarnya, baru kemudian rekam obyeknya. Coba berimajinasi, biar pun cuma kamu yang mengerti, yang penting latihan visual dulu, dan merekam setiap hari.”

Beberapa bulan sebelumnya, saya mempelajari tentang makna yang melekat pada sebuah obyek. Menurut Kuleshov, setiap obyek itu memiliki dua makna: (1) yang melekat pada obyek itu sendiri, dan (2) makna yang dihasilkan jika obyek itu didekatkan dengan obyek yang lain. Pengertian ini, berdasarkan tulisan Eisenstein yang saya baca, merupakan salah satu prinsip dasar dari montase: kombinasi dua atau lebih obyek (yang “depictable”, atau “yang dapat digambarkan”) akan mencapai representasi dari sesuatu (yang mana sesuatu itu sulit untuk digambarkan secara grafis).

Saya pribadi sangat penasaran dengan tingkah laku Jonas Mekas, Bapak Film alternatif di Amerika, yang selalu menegaskan bahwa sesuatu yang sudah tertangkap di dalam frame kamera adalah sebuah kenyataan yang baru dan berbeda dengan kenyataan yang sesungguhnya. Contohnya, sepeda di depan kamar kosan saya adalah “sepeda teman saya”. Jika sepeda itu saya rekam dengan kamera video maka sepeda yang ada di dalam frame itu bukanlah “sepeda teman saya”, tetapi “sepeda saya”. Saya memiliki kuasa untuk melakukan apa pun terhadap “sepeda saya” itu, misalnya mengobrak-abrik bentuknya dalam proses editing atau memberikannya makna baru dengan cara mengkombinasikannya dengan gambar yang lain.

Dalam karya-karya video Jonas Mekas, gagasan itu terlihat. Misalnya, pada salah satu karyanya yang berjudul “Pleasures of Montauk, May 26th, 1973”, Jonas Mekas mengkonstruksi suatu kronologi adegan seperti catatan harian. Sepertinya, shot demi shot di dalam karya itu merupakan rekaman peristiwa dari waktu dan tempat yang berbeda, yang bahkan tidak saling-berkaitan satu sama lain. Akan tetapi, bagi Jonas Mekas, kumpulan peristiwa-peristiwa yang ia alami itu telah menjadi “miliknya’ saat peristiwa-peristiwa itu masuk ke dalam frame kamera yang ia pegang. Ia bisa melakukan apa saja: mengobrak-abrik gambarnya, mempercepat durasinya, memadukan gambar dari obyek yang satu dengan gambar dari obyek yang lain. Jonas Mekas membuat puisi. Mungkin, pada derajat tertentu kita sulit memahami maksud karya video ini, tetapi kita bisa menikmatinya sebagai sebuah susunan tanda-tanda yang mencirikan gaya bahasa khas Jonas Mekas. Bagi saya sendiri, karya video Jonas Mekas adalah “gaya bahasa mimpi” (Maksud saya, karya video Jonas Mekas yang satu ini bukan berbicara tentang mimpi, melainkan cara penuturannyalah yang persis seperti visual-visual yang saya alami ketika bermimpi, atau dengan kata lain, karya videonya adalah mimpi itu sendiri).

Jonas Mekas juga pernah mengatakan dalam salah satu wawancaranya bahwa video yang sifatnya harian memiliki peluang untuk diolah terus-menerus dan menghasilkan banyak ragam bentuk. Intinya, merekam setiap hari dan mencoba mengolah atau menyusunnya menjadi rangkaian, baik naratif maupun tidak. Anjuran dari Jonas Mekas ini yang menjadi motivasi saya untuk mengajak Ageung mulai merekam dan menyusun.

Ageung sempat kesal juga, pada awalnya, karena saya mendorong-dorongnya terus untuk merekam, bahkan sampai di titik memaksa. Hahaha! Tapi, sedikit demi sedikit, ia mulai menikmati permainan ini. Ageung bercerita kepada saya bahwa ia ingin membuat suatu susunan tentang “mengintai” dari balik beranda lantai dua, rumah bibinya. Kebetulan, waktu itu Ageung sedang berada di Ciputat menemani neneknya yang sedang sakit di rumah sang bibi.

Ageung pun mengambil rekaman demi rekaman. Dari balik berandanya, Ageung menempatkan kamera pada posisi “mata yang mengintip” atau “mengintai” aktivitas warga di belakang rumahnya. Footage yang didapatkan Ageung, antara lain: ada mobil di balik pohon, ada bapak-bapak sedang menyapu pasir, ada bocah-bocah bermain sepeda, ada orang lalu-lalang, dan sebagainya. Idenya, akan terlihat dalam susunan video yang ia buat setelah itu, kamera terus mengintai hingga nantinya “intaian si kamera” terpaksa harus berhenti saat ada angin berhembus kencang. Ide itu kemudian ia gambarkan dalam buku catatan, dan kami berdiskusi mengenai obyek-obyek di dalam frame dan menentukan bagian pada menit keberapa saja yang harus dipotong untuk dimasukkan dan disusun dalam konstruksi video yang akan ia buat.

Oh, iya! Ageung sendiri sempat mengatakan bahwa ia terinspirasi—dan ingin mencoba membuat seperti—karya video BE RTDM (Hafiz & Otty Widasari, 2006). Di website EngageMedia, diutarakan bahwa BE RTDM merupakan:

“Dokumenter tentang kota Rotterdam. Sebuah essai pendek pengalaman sebagai turis yang datang ke kota pelabuhan yang penuh dengan tanda-tanda perubahan yang berbeda dengan kota-kota lain di Belanda.”

Tapi Ageung merasa terlalu berat jika harus membuat essai sehingga ia memilih hanya membuatnya dalam bentuk penuturan biasa saja: deskripsi dengan gambar bergerak.

Aspek naratif pada karya Ageung, yang ia beri judul Bentang Barat, mungkin di mata kita akan terasa sangat minim. Di mata saya sendiri, video ini lebih sebagai medium teropong untuk melihat-lihat apa saja yang ada di belakang rumah bibi Ageung di Ciputat, dan karena meneropongnya menggunakan frame kamera digital, Ageung sepertinya mencoba bermain dengan durasi. Keunggulan kamera yang berfungsi untuk “merekam” dan menjerat/mengabadikan peristiwa riil ke dalam frame menjadi kenyataan yang baru (“kenyataan punya Ageung”), memancing kita untuk menunggu momen yang tepat agar koleksi rekaman yang didapatkan, bagus hasilnya. Angin kencang dalam Bentang Barat, misalnya, adalah momen yang ditunggu-tunggu Ageung untuk memutuskan berhenti “mengintip” atau “mengintai”. Di rentang waktu penungguan itu, Ageung mengulang-ulang lihatannya, dari sisi pagar sebelah kiri ke sisi pagar sebelah kanan, berkali-kali “mengintip” warga, lalu sesekali diam dan memperhatikan orang-orang dengan durasi yang lebih lama. Rekaman-rekaman inilah yang ia susun menjadi sebuah karangan.

Karya video Bentang Barat ada dua versi. Pada versi pertama, karena keterbatasan alat, Ageung hanya menuliskan konstruksinya di buku catatan, dan meminta saya agar meng-edit video tersebut sesuai rancangan konstruksi yang telah ia buat. Ketika karya itu diunggah ke Vimeo, Ageung merasa belum puas dan memutuskan untuk meng-edit sendiri (Ageung bela-belain datang ke Depok hanya untuk men-edit karya videonya di laptop saya. Hahaha!).

Bentang Barat [Versi 01] dan Bentang Barat [Versi 02] adalah dua di antara beberapa karya video yang termasuk dalam Dariwarga Weekly Video Project. Proyek ini kami gagas berdua sebagai salah satu cara untuk mendisiplinkan diri merekam setiap hari, menyunting video setiap minggunya, dan mengelola blog sesering mungkin. Tujuannya: belajar media. #asyek

Semoga saja kegiatan ini dapat terus berlangsung dan Dariwarga bisa menghasilkan karya-karya video yang baik. Teman-teman pembaca sekalian bisa mengunjungi channel video Dariwarga di youtube.com atau channel video Dariwarga di vimeo.com. Selamat menikmati. #yamaaan

Tanah Air; Menara Langit

Tanah Air; Menara langit (2014 | 7 Menit)
Dariwarga Weekly Video Project
Realisasi: Tooftolenk Manshur Zikri
Rekan Kreatif: Dian Ageung Komala
Produksi: Dariwarga

Sinopsis: Di waktu setelah hujan, butiran air menyentuh tanah dan genangan air. Saatnya untuk melihat bentuk berbeda dari tanah, air, menara dan langit.

Deni Selvi Sa’ban: “…kini sudah jauh dari masa itu.”

Cukup lama tidak membuka email Blog Dariwarga. Ternyata, ada sebuah email masuk sejak enam hari yang lalu, dari seorang teman, yang juga seorang blogger, bernama Deni Selvi Sa’ban (Email: deni.selvisaban@yahoo.com). Teman-teman bisa mengunjungi blog pribadi Deni Selvi Sa’ban di alamat URL berikut: http://hurufberjalan.blogspot.com/. Deni, kita panggil saja begitu, memberikan komentar singkat mengenai buku Bagian Kampung Sawah. Sesuai dengan kesepakatan, setiap tanggapan mengenai buku itu, sesingkat atau sepanjang apa pun, akan dimuat di Blog Dariwarga dalam bentuk postingan.

Silahkan baca dan tanggapi komentar dari Deni Selvi Sa’ban, yang sangat singkat, mengenai Bagian Kampung Sawahberikut ini. Dan kepada Deni, terima kasih komentarnya! 😀

***

Deni
Deni Selvi Sa’ban

Mungkin ada sebuah percakapan yang mengkritisi masa saat ini jauh dari keadaan masa lalu mereka, “Sayang keadaan yang dulu mereka kenang, kini sudah jauh dari masa itu.” Suasana yang sangat berbeda karakteristik yang sangat tidak sama, mungkin, karena mengikuti jaman.

Komentar ini ditulis via email, 12 April, 2014

oleh Deni Selvi Sa’ban